40m Half Square Antenna

http://www.yb0ko.com/2012/04/40m-half-square-antenna.html

‘ngobrol~’ngalor~’ngidul ihwal per~antena~an bersama bam, ybØko/1 

40m Half Square Antenna
Pengantar:
Salah satu directive antenna   yang cukup populer di kalangan DX-er berkantong cekak adalah Half Square Antenna, yang sepintas tongkrongan, footprint dan di- mensinya mirip dengan sebuah dipole 1/2λbiasa, karena secara kasatmata memang yang terlihat adalah sebuah dipole yang pada masing-masing ujungnya disambung- kan ke sebuah elemen vertikal sepanjang 1/4λ.
Kedua buah vertikal 1/4λ tersebut lantas diumpan bareng-bareng (phased fed) dari ujung atas salah satu vertikal (persis di titik sambung antara elemen vertikal dan horisontal). Dengan itu sinyal lantas berjalan lewat segmen atas antena (flat top) yang berupa  dipole  1/2λ tadi menuju ujung atas vertikal satunya, sehingga kedua vertikal tersebut akan serempak memancarkan sinyal ke angkasa
Karena ukurannya, bagi homebrewers  yang demen ber- low band DX-ing, kaya’ nya cuma versi buat band 40m aja yang  bakal ketanganan buat dikerjaian sendiri, dari proses ’ngebahan, merakit sampé naikinnya.
Kenapa Vertikal?
Antena vertikal cukup populer bagi low-band DX-ers lantaran salah satu karakteristik antena ini adalah take-off angle-nya yang rendah (sekitar 20″).
Untuk mendapatkan sudut pancar segitu sebuah dipole   (ato   variant-nya,   termasuk   antena   Yagi) mesti dinaikin dengan feed point pada posisi seti- daknya 1/2λ dari permukaan tanah — suatu yang agak muskil buat rata-rata amatir anak negri, yang paling-paling mengandalkan 2 batang pipa galva- nized ato lonjoran bambu andong yang disambung- sambung (!).
Bagi para DX-er, alas an lain kenapa ogah memaké antena vertikal adalah karena sifatnya yang omni- directional, sehingga tidak bisa menolak QRM yang ’ngerubutin dari segala penjuru, yang kadang- kadang sampe “mengubur” stasiun DX yang dituju. Belum lagi kecenderungannya untuk noisy (brisik) dan tuntutannya akan sistim radial yang cukup ek- stensip, yang bagi banyak rekans dianggap cukup ngrepotin.
Rancangan Inverted Grounplane
Sebelum pecah PD-II, Woody Smith W6BCX  banyak bereksperimen dengan Inverted Groundplane,  se- butan yang diberikan kepada antena vertikal yang diumpan dari atas.
Diem-diem (karena kegiatan amatir radio dilarang pada masa perang) Woody memendam keinginan untuk   mengembangkan eksperimennya lebih lan- jut dengan ‘ngejajal 2 ato lebih elemen vertikal.
Baru segera sesudah PD-II usai, kebebasan ber- amatir radio kembali didapatkan, dan Woody tak ayal lagi kembali berkutet dengan serangkaian ujicoba dan eksperimen yang melahirkan versi 2 elemen, yang kemudian dikenal sebagai Half Square Antenna (untuk selanjutnya di sepanjang tulisan ini disingkat HSq) .
Versi asli HSq dibikin dari seutas kawat sepanjang 1λ  (full  wave  lenght),  yang  masing-masing ujungnya ditekuk 900 sepanjang 1/4λ, dan dibentang membentuk huruf U yang terbalik (Inverted U) — sehingga tongkrongannya mirip dengan  sebuah  dipole  1/2λ  yang  diberi  kuncir 1/4λ di kedua ujungnya. Inverted U ini lantas diumpan dari salah satu pojok flat top-nya.
Belum sempat ‘ngejajal naikin sendiri rancangannya, Woody harus pindah QTH ke lain negara bagian. Sebelum pergi, dia coba membangkitkan minat rekan—rekannya untuk mencoba naikin, ato melanjutkan bereksperimen dengan rancangannya tersebut.
Sayang,   idee   ini   kurang   mendapat   response, karena kebanyakan mereka belum bisa diyakinkan bahwa kiat sesederhana itu (cuma dengan penambahan  kuncir)  akan  memberikan  peningkatan  yang  signifikan  terhadap  kinerja  sebuah dipole 1/2λ biasa.
Di kediaman barunya Woody berfikir, mungkin desain yang lebih complicated akan lebih bisa menarik  perhatian.  Maka  di  majalah  CQ  edisi Maret 1948 Woody melansir rancangan Bobtail Curtain, yang berupa bentangan flat top sepanjang 1λ penuh yang diberi kuncir 1/4λ di tiga titik: di tengah dan pada kedua ujung.
Disain  baru  ini  mendapat  tanggapan  positip  banyak yang melaporkan bahwa tirai Bobtail ini bener-bener bisa diandalkan untuk nge-DX (it was a great DX performer), terutama untuk jangkauan > 2500 mil (!!!).
Walaupun ada juga – yang karena keterbatasan lahan — melaporkan keberhasilan versi dengan hanya 2 buah kuncir vertikal,  ingatan bahwa pada dasarnya antena ini adalah hasil othak-athikan sebuah bentangan kawat 1λ (tanpa memper- hatikan footprint-nya lagi) membuat   orang jeri untuk ngejajal Bobtail curtain di low-band HF, se- hingga pelan-pelan disain ini meredup dari per- hatian para lo-band DX-ers.
Justru HSq — sesudah lewat hampir 30 tahun se- jak diuthak-athik W6BCX — kemudian jadi naik daun, gara-gara artikel Ben Vester K3BC di edisi Maret 1974 majalah QST.
Ben cukup lama memakai Bobtail curtain untuk mojok di 80m DX-window, sampai suatu hari badai merontokkan salah satu sayap 1/2λ-nya. Anehnya, di dalam ham sack-nya Ben ngga’ ‘ngrasain perbedaan apapun, baik saat memancar maupun menerima. Sesudah melakukan serangkaian test, dia tuliskan hasilnya dalam artikel di QST tersebut di atas, dengan judul yang merujuk ke nama asli yang dilansir Woody puluhan tahun yll.: “The HALF SQUARE Antenna”.
Lewat 20 tahun kemudian, sesudah melakukan sendiri berjenis ujicoba di hi-band, Paul Carr, N4PC (redaktur tehnik majalah CQ) melansir versi 40m HSq di CQ edisi September 1994, yang — karena merupakan hasil eksperimen paling mutakhir yang bisa ditemui — penulis coba wedar di orèk-orèkan ini.
Merakit HSq antenna
Dengan merujuk kepada gambar berikut, ikuti pe- tunjuk perakitan sbb.:
Bahan:
1. 40  mtr  kawat  tembaga,  1.6—2  mm,  bersalut PVC/nylon, jenis stranded/serabut.
2. 2 bh isolator (bikin aja dari potongan pipa PVC ato acrylic sheet 5 mm)
3. coax RG-58 (feeder line) secukupnya (dari feed- point ke TX, pertimbangkan panjang keselu- ruhan dengan memperhatikan cara penyam- bungan feeder- line pada baris-baris berikut)
Proses perakitan:
1. Seperti terlihat pada gambar, HSq ter-diri dari 2 segmen: 1 segmen vertikal 1/4λ dan 1 segmen 3/4λ (flat top 1/2λ yang di titik A tersambung lang-sung ke 1/4λ vertikal di sisi lain).
2. Sesuai  butir  1  di  atas,  potong  kawat  untuk kedua segmen dengan panjang masing-masing 10 dan 30 mtr.
3. Perhatikan gambar, pada titik A sisi flat top yang 20 mtr LANGSUNG TERSAMBUNG dengan sisi vertikal yang 10 mtr (jangan sampé ada sam- bungan di titik A, karena di situ ada pertemuan dua gaya tarik: ke samping (horizontal) dan ke bawah. Kiat yang dipaké N4PC ialah dengan menekuk/melipat bagian yang 10 mtr tersebut, kemudian tekukan/lipatan tersebut dimasukkan ke  salah  satu  lubang  pa-a  isolator.  Buat  loop kecil pada ujung tekukan, masukkan isolator ke loop tersebut kemudian tarik (ke arah ke dua sisi, horizontal dan vertikal), sampé loop mengecil dan akhirnya ter”kunci” mati (bagusnya, kiat ini meng- tidak usah-kan urusan solder menyolder yang rawan putus)!
4. Lakukan  cara  pengikatan   (ke  isolator)  yang sama pada ujung lain dari flat top, tapi inget di ujung ini tidak ada “kuncir” yang sepuluh meter yang harus di klewerkan ke bawah. Alih-alih ter- sambung ke   kuncir, pada titik ini sambungkan flat top dengan inner conductor dari coax/ feederline.
5. Ikatkan  kuncir  vertikal    pada  lubang  lain  dari isolator , kemudian sambung-kan outer braid/ serabut dari coax ke kuncir tersebut.
6. Yang kudu diperhatikan adalah dalam menarik coax  (ke  arah  TX)  JANGAN  menggantungkan coax sejajar dengan kuncir, karena   kemung- kinan akan ada interaksi antara keduanya (yang
bisa mengacaukan penunjukan SWR!).
Sesudah  langkah  6  ini  dilakukan,  HSq  sudah siap untuk dikèrèk naik ke kedua tiang yang tentunya sudah disiapkan sakbelonnya.

Penalaan:
Naikkan HSq dengan mengusahakan jarak bebas  +/- 2 mtr dari ujung bawah kedua sisi vertikal dengan permukaan tanah. Di samping mencegah biar ‘nggak  ‘nyampluk  kepala  orang  yang  lewat  di bawahnya,  juga ketinggian  segitu  masih  cukup mudah terjangkau di saat harus melakukan trim- ming & pruning (memotong ‘dikit-demi-’dikit) ujung- ujung sisi vertikal ini pada proses penalaan, sampé didapat penunjukan SWR terrendah  (paling nggak di bawah 1:1.4).
Pemotongan  mesti  dilakukan  SAMA  pada  kedua sisi, dan  pemotongan pada sisi yang langsung ter- sambung ke serabut coax akan lebih kliatan efeknya (pada penunjukan SWR) ketimbang sisi yang lain.

Kinerja yang diharapkan:
1. Walopun  dari  jauh  tongkrongannya  seperti  di- pole 1/2λ biasa, HSq polarisasinya vertikal.
2. Take  off  angle  +/-  200,  yang  cukup  “menjan- jikan” untuk nge-DX.
3. Arah pancaran bi-directional dengan pola radiasi angka 8 yang nyaris sempurna (tegak lurus ter- hadap arah bentangan antena) — ato yang dike- nal juga dengan istilah pola bow-tie (dasi kupu).
4. Gain sekitar 3.50—3.75 dBi
Dari keempat parameter di atas, sebenarnya bu- kan perolehan Gain yang pas-pasan itu benar yang merupakan daya tarik rancangan ini, melainkan pada  efek  directivity  (pengarahan)  dan  take-off angle yang bisa didapatnya pada ketinggian in- stalasi yang cuma sekitar 1/4λ itu, HSq juga meniadakan salah satu   ke-ogah-an ba- nyak rekans akan antena vertikal, yaitu tuntutan akan adanya sistim grounding yang cukup eksten- sip untuk mau bekerja sempurna.
Ketinggian instalasi
HSq ini juga tidak terlalu rewel terhadap urusan ketinggian instalasi.
Kalo’ misalnya ketinggian mast/tiang yang ada cuma 9 mtr, tekuk aja 3 mtr bagian bawah sisi ver- tikal ke arah dalam (lihat gambar di bawah), se- hingga jarak minimal dari ujung bawah kuncir ke permukaan tanah yang 2 mtr itu  tetap dapat diper- tahankan.
Bagi rekans yang memang demen uthak-athik, mungkin bisa dicoba memperpendek  panjang fisik kuncir yang seharusnya +/- 10 mtr itu dengan menggunakan linear loading, sehingga bisa dida- patkan ukuran baru (sekitar 7 mtr) yang mungkin akan lebih mudah untuk di”tangan”i, apalagi bagi mereka    yang    ‘ngerjain    sendiri    dari    urusan
‘ngebahan (proses potong memotong kawat, bikin isolator dll.) sampé naikinnya.
BTW, walopun teoritis perolehan Gain-nya cuma segitu, di berbagai milist banyak yang melaporkan bahwa HSq ini tidak malu-maluin kalo’ diajak trèk- trèkan dengan 2-elemen Yagi yang diinstall pada ketinggian feedpoint yang nyaris sama (ya laah ya, dengan ketinggian segitu 2-ele Yagi tentunya belon ato tidak akan bekerja sebagaimana mustinya, karena masih akan sangat terpengaruh konduktipi- tas tanah dibawahnya, sehingga jangan-jangan directivitynya pun belon terasa banget!).
Kalo’ mau — ukuran-ukuran tersebut di atas bisa aja di scale up/down untuk cakupan di band-band lain, dengan mempertahankan 2 mtr sebagai jarak minimal dari ujung bawah kedua kuncir ke permu- kaan tanah.
Kesimpulan & Evaluasi
Mengamati blah-blah-blah pada halaman-halaman di depan (baik yang bener-bener tersurat maupun yang sekedar tersirat), dapat disimpulkan sbb.:
• Rancangan  Half  Square  ini  cukup  sederhana cara  pembuatannya,  dengan  tingkat  kesulitan dan footprint yang tidak banyak terpaut dengan pembuatan dipole biasa, tetapi dapat memberi- kan peningkatan kinerja sebuah dipole (kalo’ memang mau dikonversi ke HalfSquare, dengan tinggal  menambahkan  kedua  segmen  vertikal dan memindahkan feedpoint ke pojok) yang cu- kup signifikan: pancaran yang lebih kuat, lebih terarah dan dengan sudut pancar yang jauh lebih rendah.
• Pada   dasarnya   Half   Square   adalah   sebuah Monobander antenna. Memang bisa diakalin untuk menjadi multibander, a.l. dengan meletak- kan elemen-elemen dari band yang lebih tinggi secara paralel dengan elemen-elemen band utama dan kemudian diumpan jadi satu, tapi, dikhawatirkan  adanya  interaksi  antar  elemen yang akan menyulitkan proses penalaan.
• Sebagai  receiving  antenna  Half  Square  dapat “menjinakkan” (karena tidak bisa menangkap) sinyal dari close-in stations dalam radius sekitar
2000an KM (= sinyal domestik/lokal), sehingga penggunanya lebih bisa berkonsentrasi dengan sinyal (yang mungkin riyep-riyep ato kempas- kempis yang bakal habis dilibas local QRM) dari jarak jauh (DX).
• Half  Square  ini  bisa  dikategorikan  dalam jenis Ground independent antenna, yakni jenis antena yang kinerjanya tidak tergantung pada ato ter- pengaruhi oleh kondisi tanah di bawahnya
• Salah satu kelemahan (tapi bagi beberapa peng- guna justru merupakan kelebihan) adalah band- withnya yg lebih sempit ketimbang dipole biasa. Bagi DX-ers sebenarnya ini BUKAN masalah, ka- rena slot di DX window memang sempit adanya. Apalagi buat kita di sini dengan lebar band 40m yang cuma 100 KHz itu, tinggal di tune aja Half Square ini di 7.050 MHz, coverage 50 KHz ke atas ato ke bawah (antara phone dan CW seg- men) tentunya tidak terlalu jadi masalah.
• Kelemahan   lain   adalah   karena   polarisasinya yang vertikal, sehingga dalam penerimaannya (receiving) cukup rawan terhadap local QRN yang kebanyakan memang berpolarisasi vertikal.
Betapapun, it’s worth to try, bro’ …(!), lagian desain ini kan cukup terjangkau adanya, baik dari segi pembiayaan maupun tingkat kesulitan dalam pem- buatannya.
Selamat mencoba, ES HPI DX-ing (!)
– 73 –

http://www.yb0ko.com/2012/04/40m-half-square-antenna.html